Asapmu jangan kau beri lagi untuk kami (part 1)
Sudah sangat lama tidak menyentuh blog ini. Lebih 1 tahun lamanya, kurang lebih 1 bulan sebelum lahiran anak kedua.
Bisa jadi banyak yang berkata rempong ketika baru lahiran, habis waktu buat ngurua anak bayi, dan so on..dan so on...
Itu bener juga sih.., tapi itu juga tidak sepenuhnya bener...
Lho?! Maksudnya apaan? Bener atau ga bener?
Iyaa...emang sejak ada anggota baru muncul cukup banyak menyita waktuku, waktu kami semua tepatnya.
Aku masih ingat saat itu, ketika di kota kami, Palembang, mulai diliputi awan abu2 setiap hari. Hawa panas dan debu hitam beterbangan hingga membuat hidung dan mata kami selalu perih setiap harinya, ditambah lagi dengan kondisi kehamilanku yang semakin menua. Saat itu anakku, Altair tetap melakukan aktifitas seperti biasanya. Kami masih sering melakukan kegiatan bersama, bahkan dia sudah mulai membantuku mempersiapkan banyak hal untuk menyambut kedatangan adiknya.
Waktu kelahiran adiknya Altair akhirnya tiba. Udara semakin tidak bersahabat di bumi sriwijaya. Awan semakin sering terlihat kehitaman, cuaca terasa panas gerah, pernafasan semakin membuat sesak, namun pada kenyataannya adiknya Altair sudah waktunya keluar. Kami (aku, suami dan Altair) segera bergegas ke rumah sakit. Yup! Bisa dikatakan jika kemanapun, kami keluarga kecil yang sering terlihat 1 paket. Tidak ada yang bs dijadikan tempat menitipkan Altair selama aku melahirkan. Jadilah Altair ikut menginap di rumah sakit. Untungnya diperbolehkan, mungkin kasihan dengan keluarga kecil kami...?
Selama di rumah sakit, cuacapun semakin menjadi musuh untuk kami. Asap kebakaran hutan membuat badan mudah terasa lelah, dan lemas. Tidak ada lagi udara segar yang bisa di hidup melalui ventilasi di dalam indra penciumanku.
Aku semakin lelah, jelas...karena aku baru saja melahirkan, sementara Altair tidak kalah lelahnya.
Setelah 3 hari menghabiskan waktu menginap di rs, Akhirnya Altair bisa kembali tidur di rumah. Tapi tidak semudah itu juga. Kehadiran adik baru, sering membuatnya ikut terjaga dari tidurnya. Hingga usia adek kurang lebih sebulan, ketika aku sedang mengganti popok adek, aku memanggil Altair untuk mengingatkan waktu makan siang hampir tiba. Aku bergegas menyiapkan makan siangnya, setelah itu aku mendekati Altair,kulihat kondisinya peluh mengalir di seluruh kepala dan badannya. Altair memandangku, berkata,"Umi...,koq upin ipib ada di situ ya?" sambil menunjuk tembok di samping.
Aku terkejut, kupandang wajahnya, matanya pucat, keringat semakin membanjit di rambutnya bahkan wajahnya. Aku langsung menggendong Altair dan membaringkannya di kasur. Tatapan matanya pucat kosong. Aku menelepon suamiku untuk segera pulang. Sambil menunggu, aku mencoba menyuapi Altair sambil menggendong adiknya yang sudah mulai mengantuk.
Tidak butuh waktu lama, 1 suapan membuat Altair muntah. Muntah semburan. Altair semakin terlihat lemas. Udara diluar yang dipenuhi asap tebal kehitaman, membuat aku tidak berani membuka jendela. Sayangnya lagi aku tidak punya oksigen. Altair semakin terlihat lemas. Hingga akhirnya suamiku tiba, segera menggendong anakku dan membawanya ke ugd rumah sakit Charitas untuk ditindaklanjuti. Aku panik menunggu di rumah. Adek bayi ikut rewel...,aku hanya bisa menunggu kabar di rumah. Akhirnya,telepon berdering. Pertanyaanku adalah bagaimana abang?
Suamiku saat itu menjawab, abang tidak sadarkan diri, abang koma.
Jleebb...tiba2 saat itu aku merasa dunia mau runtuh...
Baca juga Asapmu jangan kau beri lagi untuk kami part 2
Bisa jadi banyak yang berkata rempong ketika baru lahiran, habis waktu buat ngurua anak bayi, dan so on..dan so on...
Itu bener juga sih.., tapi itu juga tidak sepenuhnya bener...
Lho?! Maksudnya apaan? Bener atau ga bener?
Iyaa...emang sejak ada anggota baru muncul cukup banyak menyita waktuku, waktu kami semua tepatnya.
Aku masih ingat saat itu, ketika di kota kami, Palembang, mulai diliputi awan abu2 setiap hari. Hawa panas dan debu hitam beterbangan hingga membuat hidung dan mata kami selalu perih setiap harinya, ditambah lagi dengan kondisi kehamilanku yang semakin menua. Saat itu anakku, Altair tetap melakukan aktifitas seperti biasanya. Kami masih sering melakukan kegiatan bersama, bahkan dia sudah mulai membantuku mempersiapkan banyak hal untuk menyambut kedatangan adiknya.
Waktu kelahiran adiknya Altair akhirnya tiba. Udara semakin tidak bersahabat di bumi sriwijaya. Awan semakin sering terlihat kehitaman, cuaca terasa panas gerah, pernafasan semakin membuat sesak, namun pada kenyataannya adiknya Altair sudah waktunya keluar. Kami (aku, suami dan Altair) segera bergegas ke rumah sakit. Yup! Bisa dikatakan jika kemanapun, kami keluarga kecil yang sering terlihat 1 paket. Tidak ada yang bs dijadikan tempat menitipkan Altair selama aku melahirkan. Jadilah Altair ikut menginap di rumah sakit. Untungnya diperbolehkan, mungkin kasihan dengan keluarga kecil kami...?
Selama di rumah sakit, cuacapun semakin menjadi musuh untuk kami. Asap kebakaran hutan membuat badan mudah terasa lelah, dan lemas. Tidak ada lagi udara segar yang bisa di hidup melalui ventilasi di dalam indra penciumanku.
Aku semakin lelah, jelas...karena aku baru saja melahirkan, sementara Altair tidak kalah lelahnya.
Setelah 3 hari menghabiskan waktu menginap di rs, Akhirnya Altair bisa kembali tidur di rumah. Tapi tidak semudah itu juga. Kehadiran adik baru, sering membuatnya ikut terjaga dari tidurnya. Hingga usia adek kurang lebih sebulan, ketika aku sedang mengganti popok adek, aku memanggil Altair untuk mengingatkan waktu makan siang hampir tiba. Aku bergegas menyiapkan makan siangnya, setelah itu aku mendekati Altair,kulihat kondisinya peluh mengalir di seluruh kepala dan badannya. Altair memandangku, berkata,"Umi...,koq upin ipib ada di situ ya?" sambil menunjuk tembok di samping.
Aku terkejut, kupandang wajahnya, matanya pucat, keringat semakin membanjit di rambutnya bahkan wajahnya. Aku langsung menggendong Altair dan membaringkannya di kasur. Tatapan matanya pucat kosong. Aku menelepon suamiku untuk segera pulang. Sambil menunggu, aku mencoba menyuapi Altair sambil menggendong adiknya yang sudah mulai mengantuk.
Tidak butuh waktu lama, 1 suapan membuat Altair muntah. Muntah semburan. Altair semakin terlihat lemas. Udara diluar yang dipenuhi asap tebal kehitaman, membuat aku tidak berani membuka jendela. Sayangnya lagi aku tidak punya oksigen. Altair semakin terlihat lemas. Hingga akhirnya suamiku tiba, segera menggendong anakku dan membawanya ke ugd rumah sakit Charitas untuk ditindaklanjuti. Aku panik menunggu di rumah. Adek bayi ikut rewel...,aku hanya bisa menunggu kabar di rumah. Akhirnya,telepon berdering. Pertanyaanku adalah bagaimana abang?
Suamiku saat itu menjawab, abang tidak sadarkan diri, abang koma.
Jleebb...tiba2 saat itu aku merasa dunia mau runtuh...
Baca juga Asapmu jangan kau beri lagi untuk kami part 2
Comments
Post a Comment